ORANG menjadi
kuat, pada dasarnya karena mentalnya kuat. Orang menjadi lemah, karena
mentalnya lemah. Begitu juga, orang sukses, karena ia memiliki keinginan untuk
sukses. Dan orang yang gagal, karena ia berbuat gagal. Dalam hal ini, ada
keterangan yang menyebutkan bahwa: “Orang
yang kuat lebih disukai dan lebih baik dari orang yang lemah.”Jadi, manusia
tangguh dan kuat itu, sudah seharusnya menjadi cita-cita kita dalam rangka
mengabdi kepada-Nya.
Dalam
hal ini, kesuksesan menurut pandangan agama Islam itu memiliki dua syarat
pokok. Yakni iman dan ilmu. Kedua hal ini, kalau kita kaji secara rinci,
jelas-jelas memiliki pengaruh sangat besar dalam kehidupan manusia. Dengan
kuatnya iman seseorang, maka ia akan sangat berpengaruh terhadap kualitas
kehidupan manusia. M. Ridwan IR Lubis, menyebutnya ada tiga pengaruh iman yaitu
berupa: kekuatan berpikir (quwatul idraak),kekuatan fisik (quwatul
jismi), dan kekuatan ruh (quwatur ruuh).
Sedangkan
menurut M. Yunan Nasution, mengungkapkan bahwa pengaruh iman terhadap kehidupan
manusia itu berupa: iman akan melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda;
menanamkan semangat berani menghadapi maut; membentuk ketentraman jiwa; dan
membentuk kehidupan yang baik.
Menyikapi
keadaan seperti saat ini, kita seharusnya tidak menjadi pesimis dan berserah
diri. Kita harus optimis dan selalu berusaha untuk mencapai yang terbaik dalam
hidup ini. Sehingga untuk menjadikan pribadi pantang menyerah dan tangguh ini,
maka dalam diri kita harus tertanam sikap optimis, berpikir positif, dan
percaya diri.
Setiap
manusia harus memiliki optimisme dalam menjalani kehidupan. Dengan sikap
optimis, langkah kita akan tegar menghadapi setiap cobaan dan menatap masa
depan penuh dengan keyakinan. Karena garis kehidupan setiap manusia sudah
ditentukan-Nya. Tugas kita adalah hanya berusaha, berpikir dan berdoa. Atau
kita harus luruskan niat dan sempurnakan ikhtiar.
Sedikitnya,
ada tiga pengaruh dari sifat optimisme bagi kehidupan manusia. Pertama, optimisme dapat menumbuhkan
cinta akan kebaikan di dalam diri manusia dan menumbuhkan perkembangan baru
dalam pandangannya tentang kehidupan.
Kedua,
optimisme mampu mengurangi sejumlah problema dalam kehidupan manusia.
Wajah-wajah optimis akan memancarkan kebahagiaan. Tidak saja pada saat mencapai
kepuasan, tetapi dalam segala situasi.
Ketiga,
orang yang menjadikan sifat optimis sebagai bagian dari kehidupannya, maka akan
tumbuh kepercayaan di antara anggota masyarakat. Dan kepercayaan tersebut
merupakan sebab yang mendesak dalam memulihkan dan memajukan umat (bangsa) yang
sedang “sakit” seperti saat ini.
Setelah
kita mampu bersikap optimis, lalu pola pikir kita juga harus dibiasakan
berpikir secara positif dan percaya diri. Berpikir positif kepada siapa?
Berpikir Positif Kepada Sang
Pencipta
Setiap
kejadian, peristiwa dan fenomena kehidupan ini pasti ada sebab musababnya.
Artinya segala kejadian di dunia ini telah Allah atur dengan
secermat-cermatnya. Tinggal bagaimana kita menyikapi setiap kejadian itu melalui
akal dan pikiran yang dilandasi dengan ilmu-ilmu Allah.
Jadi,
tugas kita, hanya berpikir dan membaca. Ada apa dibalik semua itu? Lalu, kita
mengambil pelajaran dari setiap kejadian tersebut dan selanjutnya mengamalkan
yang baiknya dalam perilaku keseharian.
Berpikir Positif Terhadap Diri
Sendiri
Setiap
manusia, dilahirkan sebagai pribadi yang unik. Karena bagaimanapun wajah dan
sifat kita mirip dengan orang lain. Tapi, yang jelas ada saja perbedaan antara
keduanya. Sifat dan pribadi unik itu, harus kita jaga. Itu adalah potensi
positif, modal dasar untuk mencapai keleluasaan langkah kita dalam menjalani
kehidupan ini. Bagaimana orang lain akan menjunjung kita, kalau diri kita
sendiri meremehkan dan tidak ‘mengangkatnya’.
Selain
itu, kita juga harus yakin bahwa kita dilahirkan ke dunia ini sebagai sang
juara, the best. Fakta membuktikan, dari berjuta-juta sel sperma yang
disemprotkan Bapak kita, tetapi ternyata yang mampu menembus dinding telur Ibu
kita dan dibuahi, hanya satu. Itulah kita, “sang juara”. Hal ini, kalau kita
sadari akan menjadi sebuah motivasi luar biasa dalam menjalani hidup ini.
Berpikir Positif Pada Orang Lain
Orang
lain itu, manusia biasa sama dengan kita. Dia mempunyai kesalahan dan
kekhilafan. Yang tentu hati nuraninya tidak menghendakinya. Pandanglah, orang
lain itu dari sisi positifnya saja dan menerima sisi negatifnya sebagai
pelajaran bagi kita.
Belajarlah
dari seekor burung Garuda. Ia mengajarkan anaknya untuk terbang dari tempat
yang tinggi dan menjatuhkannya. Lalu jatuh, diangkat lagi dan seterusnya sampai
ia bisa terbang sendiri. Hati Garuda juga bersih, tidak mendendam. Ia kalau
waktunya bermain “cakar-cakaran”. Tapi, kalau di luar itu ia akur, damai
kembali.
Berpikir Positif Pada Waktu
Setiap
manusia diberi waktu yang sama, dimana pun dia berada. Sebanyak 24 jam sehari
atau 86.400 detik sehari. Waktu itu, ingin kita apakan? Kita gunakan untuk
tidur seharian, kerja keras, mengeluh, berdemontrasi, bergunjing, santai,
menuntut ilmu, menolong orang lain, melamun, ibadah, dan lainnya. Waktu itu
tidak akan protes. Yang jelas, setiap detik hidup kita akan diminta
pertanggungjawabannya kelak. Bagi mereka yang biasa mengisi waktunya dengan
amal-amalan saleh/kebaikan dan berada dalam keimanan, maka ia akan memperoleh
kehidupan yang lebih baik.
Akhirnya,
untuk memaksimalkan potensi optimisme yang ada pada diri seseorang, kuncinya
adalah diri kita perlu dibangun dengan kebiasaan positif. Dan kita berdoa, agar
Sang Pencipta diri ini memberi kemampuan kepada kita untuk membangun pribadi
yang tangguh dan pantang menyerah. Amin.
Sumber :
http://edukasi.kompasiana.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar