Dasar Teori Kadar Serat Kasar
Serat makanan ( diatery fiber ) merupakan komponen alami
dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian- bagian yang
dapat diserap pada saluran pencernaan. Pada umumnya, serat banyak terdapat pada
bagian dinding sel suatu tumbuhan. Dinding sel terdiri dari beberapa jenis
karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pectin dan non karbohidrat seperti
polimer lignin, beberapa gumi dan beberapa mucilage. Sehingga pada umumnya
serat terdiri dari karbohidrat atau polisakarida.
Serat diet, mencakup tiga jenis, antara lain :
1.
Polisakarida struktur : berkaitan
dengan dinding sel tumbuhan, termasuk selulosa, hemiselulosa dan pektin.
2.
Nonpolisakarida struktur, terutama
lignin
3.
Polisakarida non-struktur, termasuk gum
dan musilago (Schneeman 1986).
Serat terbagi menjadi dua jenis yaitu serat yang larut (
serat halus)dan serat yang tidak larut ( serat kasar). Komponen serat bahan pangan
larut air dapat membentuk gel dengan cara menyerap air. Contoh serat bahan
pangan yang larut dalam air adalah pectin, gum, musilase, asam alginate dan
agar- agar. Sedangkan serat yang tidak larut dalam air akan menuju saluran
pencernaan menyebabkan penggumpalan pada fesef sehingga feses dapat keluar
dengan lancer. Contoh dari serat bahan pangan yang tidak larut dalam air adalah
lignin dan selulosa.
Kandungan serat kasar dalam suatu bahan pangan merupakan
suatu aspek yang penting dalam penilaian kualitas bahan pangan itu sendiri.
Kandungan serat dapa digunakan untuk menganalisa suatu proses pengolahan bahan
panan. Serat juga merupakan suatu indikasi untuk menentukan nilai gizi dari
suatu bahan pangan .
Oleh karenanya, dilakukan pengujian kadar serat kasar
terhadap sampel tepung terigu, roti tawar dan ampas tapioca. Pertama sebanyak 1
gram sampel dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Kemudian tambahkan dengan 100 ml H2SO4 lalu
direfluks selama 30 menit. Saring filtrate untuk memperoleh residu. Cuci residu
dengan akuades panas untuk mengurangi keasamannya. Lakukan hingga pHnya
mencapai 6. Pindahkan residu kedalam Erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 100 ml
NaOH. Refluks kembali selama 30 menit. Saring kembali lalu cuci dengan 15 ml K2SO4 10
%, 50 ml akuades dan beberapa ml alcohol 95 %. Oven kertas pada suhu 105 0C
untuk mengurangi kadar air. Dinginkan kembali residu lalu disimpan kedalam
desikator untuk menyerap kelebihan kadar air yang tersisa. Timbang residu lalu
dihitung kadarnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Sampel
|
Berat
Kertas
|
Berat
Residu
|
Kadar
Serat
|
Tepung
Terigu
|
0,77
|
0,79
|
2
%
|
Roti
Tawar
|
0,75
|
0,75
|
0
%
|
Ampas
Tapioka
|
0,78
|
0,88
|
10
%
|
Berdasarkan hasil diatas, didapatkan bahwa kadar serat pada
tepung terigu lebih sedikit dibandingkan dengan kadar serat pada ampas tapioca.
Sedangkan pada sampel roti tawar tidak terdapat kadar serat kasar sama sekali.
Roti tawar merupakan pangan alternative yang pada umumnya
dikonsumsi saat siang hari dengan tambahan susu maupun telur. Roti tawar
mengandung 57% tepung terigu, 36% air, 1,6% gula, 1,6% margarine atau mentega,
1% tepung susu, 1% garam dapur, 0,8% ragi roti, 0,8% malt dan 0,2% garam
mineral. Pada umumnya, roti menggunakan tepung yang mampu menyerap air dalam
jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki
elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur
lembut, volume besar dan mengandung 12- 13% protein.
Apabila membandingkan kadar serat kasar pada literature
dengan hasil praktikum, dapat dinyatakan sebagai suatu kesalahan. Menurut
literature, kadar serat kasar pada roti tawar adalah 0,6% per gram. Kesalahan
tersebut kemungkinan disebabkan oleh hal- hal sebagai berikut:
1. Kurang telitinya
praktikan dalam melakukan prosedur praktikum.
2. Serat yang dominan
dalam roti tawar sampel adalah serat halus. Menurut literature, kadar serat
kasar pada roti tawar adalah 1-7 % dari 1 ½ jumlah serat makanan total.
3. Rentang pH pada saat
pengurangan asam tidak mencapai 6. Sehingga ada beberapa pati yang tidak
terhidrolisis dan mengganggu dalam proses analisa kadar serat.
Tepung terigu merupakan hasil penghalusan dari beras.
Apabila membandingkan antara kadar serat kasar pada hasil praktikum dengan
literature, didapatkan bahwa kadar serat kasar pada sampel melebihi literature.
Menurut literature, kadar serat pada tepung terigu adalah 0,6 %. Hal tersebut
dapat dinyatakan sebagai suatu kesalahan karena perbedaannya terlampau jauh (
> 0,1 %). Kesalahan tersebut kemungkinan disebabkan oleh hal- hal sebagai berikut:
1. Kurang telitinya
praktikan dalam melakukan prosedur praktikum.
2. Rentang pH pada saat
pengurangan asam tidak mencapai 6. Sehingga ada beberapa pati yang tidak
terhidrolisis dan mengganggu dalam proses analisa kadar serat.
3. Ada beberapa serat
halus yang tidak ikut larut dalam air sehingga membuat gumpalan- gumpalan pada
residu.
Kadar serat kasar pada ampas tapioca kering mencapai 0,033%
sedangkan pada ampas tapioca basah akan mencapai 35% atau lebih ( Ikawati, 2006
). Apabila membandingkan literature dengan hasil pengamatan, didapatkan bahwa
kadar serat kasar praktikum berada diantara kadar serat kasar ampas tapioca
basah dan kering. Karena praktikan kurang mengetahui jenis ampas tapioca yang
digunakan, maka praktikan tidak dapat menyimpulkan kesalahan- kesalahan yang
terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar