Kamis, 01 Mei 2014

TAX PLANNING : SEBUAH PENGANTAR SEBAGAI ALTERNATIF MEMINIMALKAN PAJAK




ABSTRAKSI
Bukan merupakan rahasia umum lagi, jika ada usaha-usaha yang dilakukan oleh wajib pajak, baik itu pribadi maupun wajib pajak badan untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar. Bagi mereka pajak dianggap sebagai biaya, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha atau strategi-strategi tertentu untuk menguranginya. Usaha-usaha atau strategi-strategi yang dilakukan merupakan bagian dari tax planning. Tujuan yang diharapkan dengan adanya tax planning ini adalah meminimalkan pajak terutang untuk mencapai laba sebelum pajak yang optimal.

Biasanya startegi-strategi yang dilakukan dalam tax planning ini lebih pada memanfaatkan celah-celah atau lubang-lubang yang terdapat dalam undang-undang perpajakan. Oleh karena itu tax planning ini pada dasarnya tidak bertentangan dengan undang-undang.

Kata kunci : taxes, tax planning, tax evasion, tax avoidance, biaya fiskal

ABSTRACT

It is not public's secret anymore, that if there are some efforts from tax payers, not only individual but also business entity to manage the am ount of taxes that they have to be pay to the governm ent. For them the taxes are cost, therefore they need to m ake som e initiative or strategies to minimize the taxes liabilities in order to reach the optimal of the income after taxes.

Generally, the strategies that have been done in a tax planning are considered taking advantages of the "holes" in tax regulation. That is why tax planning is not against the law.

Keywords: taxes, tax planning, tax evasion, tax avoidance, fiscal cost

1. LATAR BELAKANG

Death and taxes, adalah dua hal yang sebisa mungkin dihindari oleh banyak
orang di dunia. Kalau yang pertama rasanya sulit, bahkan tidak mungkin, karena
berkaitan erat dengan kehendak dari pemilik otoritas terbesar yaitu Tuhan.

Alternatif yang kedua mungkin yang bisa dilakukan yaitu  membayar pajak seminimal mungkin atau penghindaran diri dari pengeluaran uang untuk keperluan pembayaran pajak.

Sebenarnya bukan penghindaran diri atau pengelakan, karena pengelakan dari pembayaran pajak adalah cermin dari keengganan untuk ikut melaksanakan kegotongroyongan nasional, melainkan lebih ke arah mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.

Pernyataan bahwa wajib pajak memiliki kecenderungan untuk mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya adalah merupakan pernyataan umum yang tidak perlu lagi dibuktikan.

Hampir semua orang baik di negara yang sudah maju maupun yang belum berkembang, baik secara pribadi maupun kelompok (badan) berusaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar. Jangankan wajib pajak, pihak fiskus pajakpun mengetahui dan menyadari ada suatu kecenderungan dari wajib pajak pribadi, terutama badan untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar, dengan melakukantax planning atau perencanaan pajak, baik secara legal (tax avoidance) maupun ilegal (tax evasion).

Pertanyaan yang akhirnya timbul adalah mengapa pajak itu dianggap sebagai suatu beban yang berat, kalau tidak boleh dibilang menakutkan, sehingga perlu adanya suatu usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayarkan? padahal untuk melakukan tax planning itupun perlu biaya besar?

2.   PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Pajak dan Kaitannya dengan Pembayaran Pajak

Apabila kita melihat definisi pajak itu sendiri, menurut R. Santoso Brotodiharjo, dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak (1993 : 2), dimana pajak dianggap sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian harta kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.

Dari definisi di atas, kemungkinan yang membuat wajib pajak melakukan usaha-usaha untuk menghindarkan diri dari pajak, bahwa dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu secara langsung dari pemerintah. Misalnya ibarat orang membeli tiket pesawat, tetapi masuk kategori waiting list. Uang sudah diserahkan, tetapi kepastian keberangkatan belum ditentukan, padahal kebanyakan orang menganggap bahwa untuk setiap transaksi, mereka melihat kaitan antara pahitnya membayar dan manisnya mengkonsusmi. Atau ketika wajib pajak membayar (pahit) tidak mendapat imbalan langsung (manis) dari pengeluaran wajib pajak, melainkan semua jenis pajak yang kita bayarkan, dikumpulkan dan kemudian didistribusikan kepada pos-pos pengeluaran yang membutuhkan.

Pengeluaran uang untuk pembayaran pajak akan disenangi apabila ketika wajib pajak mengeluarkan uang untuk membayar pajak, pemerintah dianggap harus memberikan kontra prestasi yang seimbang dengan uang yang dibayarkan. Tentunya hal ini sulit dan rasanya tidak masuk di akal, karena jumlah wajib pajak sangat banyak dan dengan jumlah yang berbeda pula antara satu wajib pajak dengan wajib pajak yang lain, di sisi lain pemerintah harus memikirkan dan menyediakan kontra prestasi yang langsung dan sesuai dengan nilai uang yang diterima dari wajib pajak untuk pembayaran pajaknya.

Kesimpulannya agar wajib pajak senang membayar pajak, prinsip pemungutan pajak harus sesuai dengan prinsip cost dan benefit . Masalahnya bukan pada tidak adanya kontraprestasi secara langsung, yang menyebabkan ada usaha-usaha wajib pajak untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayarnya. Apabila ditinjau dari wajib pajak –seperti badan usaha –pajak panghasilan dapat dianggap sebagai beban yang mengurangi laba pemegang saham yang juga menjadi pemilik dari badan usaha tersebut.

Sesuai dengan definisi di atas, pajak dipungut berdasarkan undang-undang, meskipun demikian tidak semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk dibayarkan pajak. Karena menganggap pajak itu sebagai beban, maka timbul keinginan untuk mengurangi pajak tersebut, sama halnya keinginan untuk mengurangi beban-beban yang lain. Atas dasar inilah banyak wajib pajak –pribadi atau badan, melakukan usaha-usaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar dengan melakukan tax planning.

2.2 Definisi, Tujuan dan Manfaat Tax Planning

Secara umum tax planning didefinisikan sebagai proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Tax planning sebenarnya bagian dari manajemen pajak.
Tujuan dari manajemen pajak umumnya sama dengan tujuan manajemen keuangan yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang cukup. Manajemen pajak disini didefinisikan sebagai memenuhi kewajiban pajak yang benar, tetapi jumlah pajak dapat ditekan seredah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dengan demikian, dikemudian hari tidak terjadi restitusi pajak atau kurang bayar yang mengakibatkan denda dan kewajiban-kewajiban hukum lainnya.

Tujuan dari tax planning seperti diutarakan olehJames W. Pratt, Jane O.
Burns dan William N. Kulsruddalam buku Individual Taxation 1989 Edition (1989 : 1-37) adalah : the obvious goal of most tax planning is the minimization of the amount that a person or other entity must transfer to the government.

Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-hal sebagai berikut :

·         Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali
·          Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan
·         Menunda pengakuan penghasilan
·         Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain

·         Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk badan usaha baru 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar